Rijalun Sholih

Artikel

Fiqh

Sholat Fardhu Didalam Kereta Api

Sholat Fardhu Didalam Kereta Api

Pertanyaan :
--------------------

السلام عليكم ورحمة الله وبركاتة شيخنا الفاضل عندي سؤال حول السفر .
أنا راكب في القطار و أحرمت بصلاة الظهر والعصر جمعا و قصرا، صليت ركعتين من الظهر ألي القبلة و بعد دخولي في صلاة العصر أحسست أن القطار حاول من ناحية القبلة و انا حاولت لكن لم أستطع لضيق مكان و هكذا صليت إلى آخر صلاتي، هل علي شيء و هل يصح صلاتي؟

Assalamualaikum warahmatullahi wabarokatuh, Syaikh kami yang mulia. Saya punya pertanyaan seputar masalah safar.
Saya (safar) menggunakan kereta api dan melaksanakan sholat Dzuhur dan 'ashar dengan jama' qoshor.
Saya sholat dzuhur dua roka'at menghadap kiblat, dan ketika melaksanakan sholat 'ashar saya merasakan bahwa kereta apinya mengarah ke selain arah kiblat. Saya mencoba (berputar) ke arah kiblat tapi tidak mampu karena sempitnya tempat, maka saya terus sholat dalam keadaan seperti itu sampai selesai.
Apakah yang harus saya lakukan, dan apakah sholat saya sah?.

Jawab :
------------

لايجوز الصلاة فريضة  على القطار او السيارة. الا ان يقلع القطار قبل دخول الوقت ولايقف الا بعد خروجه، فهنا يحوز لحرمة الوقت.
ويستقبل ويركع ويسجد للقبلة ان قدر والا فاتقوا الله مااستطعتم
ولاشيء عليك وصلاتك صحيحة

Tidak boleh melaksanakan sholat fardhu diatas kereta api atau mobil.
Kecuali engkau menaiki kendaraan tersebut sebelum masuknya waktu sholat dan engkau mengetahui bahwa kendaraan tersebut tidak berhenti sampai habisnya waktu sholat, maka pada saat itu dibolekan dalam rangka menghormati waktu sholat.
Sholatlah menghadap kiblat, ruku' dan sujudlah (secara sempurna) bila mampu. Namun bila tidak mampu seperti itu maka lakukanlah sebatas kemampuan. Tidak ada kewajiban atas apa yang telah kamu lakukan dan sholatmu tetap sah.

=======
Fatwa Syaikh DR. Ahmad'Ali Al-Mukrimy Asy-Syafii hafidzohullah
=======

Grup WA "Rijalun Sholihun"
Sogok dan Suap Untuk Mendapatkan Pekerjaan

Sogok dan Suap Untuk Mendapatkan Pekerjaan

Pertanyaan :
--------------------

Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.
Saya ingin bertanya. Di dalam Islam apakah disahkan mendapatkan pekerjaan dengan hasil sogok menyogok?. Jika sudah terlanjur apakah ganjaranya bagi para pelakunya?. Syukran.

Jawab :
------------

Wa'alaikumussalam warohmatullahi wabarokatuh.

Suap atau sogok dalam bahasa Arab dikenal dengan istilah riswah (ٌرِشْوَة).
Sedangkan riswah secara istilah adalah pemberian sesuatu dengan tujuan membatalkan suatu yang haq atau untuk membenarkan suatu yang batil. (Al-Mausû’ah Al-Fiqhiyyah II/7819).

Praktik suap menyuap di dalam agama Islam hukumnya haram berdasarkan dalil-dalil Al-Qur’an, Al-Hadits, dan ijma’ para ulama.

Terdapat banyak dalil syar’i yang menjelaskan keharaman suap menyuap, di antaranya adalah sebagai berikut:

1. Dalil dari Al-Qur’an Al-Karim, firman Allah Ta’ala:

سَمَّاعُونَ لِلْكَذِبِ أَكَّالُونَ لِلسُّحْتِ فَإِن جَآءُوكَ فَاحْكُم بَيْنَهُمْ أَوْ أَعْرِضْ عَنْهُمْ

“Mereka itu adalah orang-orang yang suka mendengar berita bohong, banyak memakan yang haram. jika mereka (orang Yahudi) datang kepadamu (untuk meminta putusan), Maka putuskanlah (perkara itu) diantara mereka, atau berpalinglah dari mereka……”. (QS. Al-Maidah: 42).

Di dalam menafsirkan ayat ini, Umar bin Khaththab, Abdullah bin Mas’ud radliyallahu’anhuma dan selainnya mengatakan bahwa yang dimaksud dengan as-suhtu adalah risywah (suap-menyuap). (Lihat Al-Jami’ Li Ahkam Al-Qur’an karya imam Al-Qurthubi VI/119).

2. Dalil dari Hadits,

Dari Abdullah bin Umar -Radhiyallu'anhuma- berkata :

لَعَنَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الرَّاشِيَ وَالْمُرْتَشِيَ

“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melaknat orang yang menyogok dan penerima sogok.” (HR. Abu Daud, Turmudzi, Ibnu Majah, dan dishahihkan Al-Albani).

Dalam Hadits yang lain,

عن ثوبان قال : لَعَنَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الرَّاشِيَ وَالْمُرْتَشِيَ وَالرَّائِشَ يَعْنِي الَّذِي يَمْشِي بَيْنَهُمَا

Dari Tsauban radhiyallahu anhu, ia berkata: “Rasulullah shallallahu alaihi wasallam melaknat pemberi suap, penerima suap, dan perantaranya.” (HR. Ahmad V/279 no.22452. namun sanad hadits ini dinyatakan Dho’if (lemah) oleh syaikh Al-Albani di dalam Dho’if At-Targhib wa At-Tarhib II/41 no.1344).

Maka orang yang melakukan praktek suap dan sogok menyogok, telah melakukan keharaman dan dosa besar menurut kesepakatan kaum muslimin.

Lalu Bagaiman Status pekerjaan dan Gaji bila terlanjur melakukan hal tersebut?
_________

Jika pekerjaan yang dia dapatkan dari hasil sogoknya ini adalah pekerjaan yang haram, seperti bekerja di Bank, di club malam dan pekerjaan-pekerjaan haram lainnya, maka dia mendapat dosa yang berlipat ganda. Baik itu dosa karena sogok-menyogok, dosa bekerja di tempat haram dan gaji yang diterimapun otomatis haram.

Namun bila jenis pekerjaannya adalah Halal menurut syariat, maka otomatis pekerjaannyapun halal, dan sah dia bekerja disitu, begitu juga gaji yang diterima adalah halal. Namun dia wajib bertaubat kepada Allah dengan bersungguh-sungguh, dan banyak bersedekah untuk menebus dosa sogok /suap yang dia lakukan.

Tapi bila pekerjaan yang dia dapatkan dari hasil sogoknya itu diketahui menggeser atau mengganti kedudukan orang-orang tertentu, dan yang bersangkutan mengetahui dengan pasti akan hal itu. Maka dia wajib meminta keikhlasan dari orang yang digeser/diganti tersebut, sekalipun pekerjaannya halal menurut syariat.

Wallahu a'lam bishowab

@_ Dody Kurniawan
Imam Tidak Membaca Al-Fatihah

Imam Tidak Membaca Al-Fatihah

Pertanyaan :
------------------

الإمام لم يقرأ الفاتحة في الركعة الثانية من صلاة المغرب والمأموم لم ينبهه، وبعد السلام ذكر الإمام أنه لم يقرأ الفاتحة.

Imam tidak membaca Surat Al-Fatihah di roka'at kedua pada sholat maghrib, dan makmum tidak mengingatkannya. Setelah salam barulah imam mengetahuinya.

هل يجب عليهم إعادة صلاة المغرب كاملا أو ركعة واحدة فقط؟ وكيف بالمسبوق الذي لحق الإمام في الركعة الثانية و الثالثة؟.

Apakah mereka wajib mengulang sholat maghrib secara secara sempurna (tiga roka'at) atau mengulang satu roka'at saja (yang ketinggalan bacaan Al-Fatihah-nya)?, Dan bagaimana dengan orang-orang yang masbuq di roka'at kedua atau ketiga?.

Jawab :
-----------

ان كان تركها عمدا فلاتصح صلاته, وان تركها سهوا وجب عليهم اعلامه . وان علم بعد الفراغ وجب عليهم اعادة تلك الركعة .

Bila imam meninggalkan bacaan surat Al-Fatihah dengan sengaja maka batal sholatnya, namun bila karena lupa maka wajib bagi ma'mum mengingatkannya.
Dan bila Imam mengetahuinya setelah selesai sholat, wajib bagi mereka mengulang satu roka'at yang tertinggal bacaan Al-Fatihah-nya.

واما المسبوق المتابع في الثانية أو الثالثة، فيتم ماعليه ثم يسجد لسهو امامه.
لان سهو الامام يلحق المؤتمين وان كانوا مسبوقين.

Dan bagi ma'mum masbuq yang mengikuti imam pada roka'at kedua atau ketiga, mereka menyempurnakan Sholatnya masing-masing lalu masing-masing melakukan sujud sahwi karena kelupaan imam tadi.
Kare kelupaan imam mencakup (kelupaan) ma'mum, sekalipun mereka dalam keadaan masbuq.

=======
Fatwa Syaikh DR Ahmad'Ali Al-Mukrimy Asy-Syafii hafidzohullah
=======
Alih bahasa : Dody Kurniawan
=======
Penjelasan Tentang Iman dan Rukun Iman

Penjelasan Tentang Iman dan Rukun Iman

Pengertian Iman
--------------------------

Iman secara bahasa berarti tashdiq (membenarkan). Sedangkan secara istilah syar’i, iman adalah "Keyakinan dalam hati, Perkataan di lisan, amalan dengan anggota badan, bertambah dengan melakukan ketaatan dan berkurang dengan maksiat".

Para ulama salaf (terdahulu) menjadikan amal termasuk unsur keimanan. Oleh sebab itu iman bisa bertambah dan berkurang, sebagaimana amal juga bertambah dan berkurang". Ini adalah definisi menurut mayoritas ulama. Di antaranya; Imam Malik, Imam Syafi’i, Imam Ahmad, Al Auza’i, Ishaq bin Rahawaih, madzhab Zhahiriyah dan ulama selainnya. (Tauhid li Shaff Ats Tsaani Al ‘Aali, hal. 9.)

Dengan demikian definisi iman memiliki 5 karakter: keyakinan hati, perkataan lisan, dan amal perbuatan, bisa bertambah dan bisa berkurang. Allah Subhanallah wata'ala berfirman :

 لِيَزْدَادُوا إِيمَانًا مَعَ إِيمَانِهِمْ

“Agar bertambah keimanan mereka di atas keimanan mereka (yang sudah ada).” QS. Al Fath [48] : 4

Imam Syafi’i berkata, “Iman itu meliputi perkataan dan perbuatan. Dia bisa bertambah dan bisa berkurang. Bertambah dengan sebab ketaatan dan berkurang dengan sebab kemaksiatan.”

Imam Ahmad berkata, “Iman bisa bertambah dan bisa berkurang. Ia bertambah dengan melakukan amal, dan ia berkurang dengan sebab meninggalkan amal.” (Al Wajiz fii ‘Aqidati Salafish shalih, hal. 101-102).

Imam Bukhari mengatakan, “Aku telah bertemu dengan lebih dari seribu orang ulama dari berbagai penjuru negeri, aku tidak pernah melihat mereka berselisih bahwasanya iman adalah (keyakinan-ed), perkataan dan perbuatan, bisa bertambah dan berkurang.” (Fathul Baari Syarhu Shahih al-Bukhari, karya Ibnu Hajar Asqalani, I/60).

Rukun Iman
-------------------

Rukun Iman adalah pilar-pilar keimanan dalam Islam yang harus dimiliki seorang muslim. Jumlahnya ada enam. Enam rukun iman ini didasarkan dari ayat-ayat Al-Qur'an dan Hadits, sbb :

1. Iman kepada Allah Subhanahu wata'ala :

Seseorang tidak dikatakan beriman kepada Allah hingga dia mengimani 4 hal:

Mengimani adanya Allah (yakin bahwa Allah Ta'ala itu ada).

Mengimani rububiah Allah, bahwa tidak ada yang mencipta, menguasai, dan mengatur alam semesta kecuali Allah.

Mengimani uluhiah Allah, bahwa tidak ada sembahan yang berhak disembah selain Allah dan mengingkari semua sembahan selain Allah Ta’ala.

Mengimani semua nama dan sifat Allah (al-Asma'ul Husna) yang Allah telah tetapkan untuk diri-Nya dan yang nabi-Nya tetapkan untuk Allah, serta menjauhi sikap meniadakan, memalingkan makna, mempertanyakan, dan menyerupakanNya dengan mahluk.

2. Iman kepada para malaikat Allah:

Mengimani adanya malaikat sebagai makhluk ciptaan Allah SWT, beserta amalan dan tugas yang diberikan Allah kepada para malaikat. Malaikat itu banyak dan tidak ada seorangpun yang tahu jumlahnya kecuali hanya Allah Subhanahu wata'ala saja.
Malaikat diciptakan oleh Allah SWT dari cahaya.
Orang islam wajib mengimami 10 malaikat yaitu: Malaikat Jibril, Malaikat Mikail, Malaikat Rakib, Malaikat Atid, Malaikat Mungkar, Malaikat Nangkir, Malaikat Izrail, Malaikat Israfil, Malaikat Malik dan Malaikat Ridwan.

3. Iman kepada kitab-kitab Allah:

Mengimani bahwa seluruh kitab Allah adalah Kalam (ucapan) yang merupakan sifat Allah.
Mengimani bahwa kitab suci yang diturunkan oleh Allah SWT ada 4 (empat) yaitu: Kitab Taurat, Zabur, Injil dan yang terakhir adalah Kitab Suci Al-Qur'an.
Muslim wajib mengimani bahwa Al-Qur'an merupakan pembenar dan pelengkap kitab-kitab suci terdahulu.

4. Iman kepada para rasul Allah: Mengimani bahwa ada di antara laki-laki dari kalangan manusia yang Allah Ta’ala pilih sebagai perantara antara diri-Nya dengan para makhluknya. Akan tetapi mereka semua tetaplah merupakan manusia biasa yang sama sekali tidak mempunyai sifat-sifat dan hak-hak ketuhanan, karenanya menyembah para nabi dan rasul adalah kebatilan yang nyata.
Wajib mengimani bahwa semua wahyu kepada nabi dan rasul itu adalah benar dan bersumber dari Allah Ta’ala. Juga wajib mengakui setiap nabi dan rasul yang kita ketahui namanya dan yang tidak kita ketahui namanya.
Allah Subhanahu wata'ala berfirman :

(قُولُوا آمَنَّا بِاللَّهِ وَمَا أُنْزِلَ إِلَيْنَا وَمَا أُنْزِلَ إِلَىٰ إِبْرَاهِيمَ وَإِسْمَاعِيلَ وَإِسْحَاقَ وَيَعْقُوبَ وَالْأَسْبَاطِ وَمَا أُوتِيَ مُوسَىٰ وَعِيسَىٰ وَمَا أُوتِيَ النَّبِيُّونَ مِنْ رَبِّهِمْ لَا نُفَرِّقُ بَيْنَ أَحَدٍ مِنْهُمْ وَنَحْنُ لَهُ مُسْلِمُونَ)

“Katakanlah ; “Kami beriman kepada Allah dan kitab yang diturunkan kepada kami, dan kitab yang diturunkan kepada Ibrahim, Isma’il, Ishaq, Ya’qub dan anak cucunya, dan kitab yang diberikan kepada Musa dan Isa serta kitab yang diberikan kepada nabi-nabi dari Rabb mereka. Kami tidak membeda-bedakan seorangpun di antara mereka dan kami hanya tunduk patuh kepada-Nya.” (QS. Al-Baqarah: 136).

5. Iman kepada hari akhir : Mengimani tanda-tanda hari kiamat. Mengimani hari kebangkitan di padang mahsyar hingga berakhir di Surga atau Neraka.

6. Iman kepada qada dan qadar, yaitu takdir yang baik dan buruk: Mengimani kejadian yang baik maupun yang buruk, semua itu atas izin dari Allah. Karena seluruh makhluk tanpa terkecuali, zat dan sifat mereka demikian pula perbuatan mereka melalui kehendak Ilahi.
Allah Subhanahu wata'ala berfirman :

(اللَّهُ خَالِقُ كُلِّ شَيْءٍ ۖ وَهُوَ عَلَىٰ كُلِّ شَيْءٍ وَكِيلٌ)

"Allah-lah yang menciptakan segala sesuatu, dan dia maha kuasa atas segala sesuatu". (QS. Az-Zumar: 62)

Wallahu a'lam.

Semoga bermanfaat.

@Ustadz_ Dody Kurniawan
Makan Di Restoran Yang Menyajikan Daging Babi

Makan Di Restoran Yang Menyajikan Daging Babi



Pertanyaan :
--------------------

السلام عليكم، شيخنا نحن في بلاد الاغتراب و معروف في المطاعم كلها انها تقدم لحم الخنزير، و في العادة يشوى الدجاج و الاطعمة المباحة في نفس المكان الذي يشوى فيه الخنزير, فهل يلزم المسلم هنا أن يتحقق من كيفية شوي الطعام في كل مطعم يدخل اليه؟
و ان يتحقق اذا ما استعملت نفس الانية و نفس الملعقة في الطهي؟

Assalamualaikum. Ya Syaikh, Kami tinggal di negara asing, dimana seluruh restorannya menyajikan daging babi. Dan biasanya mereka memanggang (memasak) daging ayam dan makanan-makanan halal yang lainnya Di wadah yang sama.

Apakah perlu bagi  Muslim di sini untuk meneliti (melihat) cara memasak makanan di setiap restoran yang dia masuki?. Dan harus meneliti apakah restoran tersebut menggunakan panci dan sendok yang sama dalam memasak?.

Jawab :

يجوز الاكل من ذبائح اليهود والنصارى
متى كان المذبوح جائز اكله.
ولايشرط ان اتحقق كيف يطبخ او يغسل.
الا ان علمت علما اكيدا انه يخلطه بالمحرم فلايجوز.

Boleh memakan sembelihan Yahudi dan Nashroni, selama binatang sembelihan tersebut binatang yang halal di makan, dan tidak disyaratkan harus di teliti (disaksikan) cara mereka mencuci atau memasaknya.
Kecuali engkau mengetahui dengan pengetahuan yang pasti bahwa makanan tersebut sudah bercampur dengan makanan yang haram, maka ini tidak boleh.


Fatwa Syaikh DR. Ahmad 'Ali Al-Mukrimy Asy-Syafii hafidzohullah

Su'udzon Terhadap Ulama

Su'udzon Terhadap Ulama


Ketika masa awal ikut kajian kita amat bersemangat segala sesuatu ikut dalil, yang tidak ada dalilnya maka otomatis bid'ah, lucunya lagi kita hanya paham bahwa dalil itu hanya Qur'an dan Sunnah saja padahal ternyata masih ada dalil-dalil lain, seperti ; Ijmâ dan qiyas sahih yang disepakati Empat mazhab, di samping dalil-dalil lain yang masih diperselisihkan.

Di kala itu yang penting adalah berpegang dengan hadits, tidak peduli apa kata para ulama terdahulu dan metode pemahaman mereka terhadap hadits tersebut, jika ada satu pemahaman ulama yang menurutku bertentangan dengan suatu hadits yang kita baca, maka pendapat kita-lah yang benar sedangkan ulama tersebut salah karena tidak berpegang dengan hadits. Padahal Shahih Al-Bukhary boro-boro di hafal, bacanya aja belum tuntas.

Dalam Ushul Fiqh ternyata para ulama memiliki perbedaan dalam metode istinbath (mengambil kesimpulan hukum) dari suatu dalil, bahkan juga khilâf dalam hal mana yang merupakan hujjah mana yang bukan hujjah.

Sebab-sebab munculnya beda pendapat

Dan dalam kitab karya Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah yang berjudul : "Raf'ul Malam 'An Aimmatil A'lam". (Menghilangkan celaan pada para imam besar).
Beliau bahas belasan sebab yang menjadikan para ulama fiqh khilâf, dari sini semakin ana berlapang dada kepada para ulama terdahulu yang mereka banyak khilâf dalam permasalahan fiqh. Ana sarankan kepada antum yang dadanya sempit ketika beda pandangan dengan saudaranya alangkah baiknya baca kitab ini.

Keluasan Bahasa Arab

Dalam Bahasa Arab yang amat luas, ternyata adakalanya suatu lafaz merupakan lafaz musytarak yang memiliki beberapa makna, kalau mau pakai makna hakiki itupun terbagi 3, hakikat syar'iyyah, lughawiyyah dan 'urfiyyah. Tentusaja dari tiga makna tersebut yang didahulukan adalah makna secara syar'iyyah, namun ketika tidak ada penjelasan makna syar'iyyah ulama kembali khilâf, apakah yang didahulukan makna lughawiyyah atau' urfiyyah.

Larangan belum tentu menunjukkan keharaman

Ketika ada larangan, apakah itu haram atau makruh masih perlu dibahas lagi dan digabungkan dengan dalil-dalil lain yang masih 1 bab (satu pembahasan), begitu pula perintah apakah itu wajib atau sunah masih perlu dibahas lagi, jangan-jangan ternyata mansukh atau diqa'id (di'ikat) dengan dalil lain kemutlaqkannya.

Terlebih Bab perbuatan Nabi صلى الله عليه وسلم dan para Sahabat lebih terbuka lagi kemungkinan-kemungkinan daripada bab qaul (perkataan), apakah hanya perbuatan 1 orang Sahabat atau sampai derajat Ijmâ sukûtiy atau bahkan Ijmâ sharih masih perlu pembahasan lagi.

Adakalanya seorang yang miskin ilmu alat berdalil dengan suatu dalil untuk menunjukkan kepada permasalahan fulaniyyah (tertentu) padahal dalil tersebut tidaklah menunjukkan kepada apa yang ia pahami, justru sebaliknya di dalam dalil tersebut (bisa jadi) ada bagian yang menunjukkan kebatilan pemahamannya dan kesimpulan yang ia hasilkan, demikian yang diisyaratkan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah :

ما استدلّ مبطل بدليل على باطله إلا وفيه ما دلّ على بطلانه

"Tidaklah seorang yang membawa kebatilan berdalil dengan suatu dalil dalam melegalkan kebatilannya, kecuali di dalam dalil tersebut ada hal yang menunjukkan kepada kebatilannya."

Jangan "selfy" dalam masalah agama

Yang biasanya kesimpulan rancu itu hasil dari minusnya ilmu-ilmu alat, seperti Ushul Fiqh, Nahwu, Balaghah dan lain-lain, sehingga akan menghasilkan kesimpulan sendiri yang berbeda dari kesimpulan para ulama. Maka jadilah itu kesimpulan yang salah, yang dibangun diatas pemahaman "selfy" (sendiri) padahal belum memiliki perangkat yang memadai.

Imam Adz-Dzahabiy mengingatkan :

كيف يطير طائر ولم يريّش

"Bagaimana mungkin burung bisa terbang sedangkan ia belum berbulu".

Terkadang seseorang juga meyakini bahwa masalah fulaniyyah (tertentu) hukumnya adalah "A" dan yang menyelisihinya adalah sesat lagi menyesatkan, padahal para Salafusshalih dan ulama khilâf dalam masalah yang dimaksud, bisa jadi karena  dalilnya zhanniy (perkira'an) dan bukanlah qath'iy (pasti dan jelas penunjukannya). Atau disitu ada dua dalil bahkan lebih yang seolah bertolak-belakang, sehingga ada sebagian ulama yang menempuh jalan jamak (menggabungkan dalil-dalil tersebut), ada juga ulama yang menempuh jalan tarjîh (menguatkan dalil yang satu dari dalil yang lain).

Berbedanya Metode Berdalil Para Ulama

Adakalanya seseorang su'udzon kepada Imam Mâlik yang menjadikan amal penduduk Madinah sebagai dalil, oleh karena itu beliau hanya membolehkan jama' shalat maghrib dan isya padahal dalam dalil Nabi صلى الله عليه وسلم juga jama' shalat dzuhur dan ashar.

Barangkali juga ada yang su'udzon kepada Imam Asy-Syafi'i yang membolehkan takhshis dengan qiyas shahih bahkan dengan mafhum mukhalafah.

Barangkali ada yang su'udzon kepada Imam Ahmad yang berdalil dengan hadits dha'if jika dalam bab tersebut tidak ada dalil yang menjelaskan masalah tersebut kecuali hadits dha'if.

Barangkali amat banyak orang yang su'udzon kepada Imam Abu Hanifah yang lebih mendahulukan qiyas daripada hadits ahad, terlebih dalam masalah yang sering dibutuhkan oleh umat.

Barangkali ada yang su'udzon terhadap tulisan ini, dengan mengatakan : "tulisan ini mengajak kembali kepada taqlid buta kepada ulama".

Padahal tidak demikian, hanya ingin membuat kita sadar diri bahwa kita belum lengkap memiliki ilmu-ilmu perangkat untuk memahami dalil dan mari rujuk kepada penjelasan para ulama yang sudah lengkap memilikinya, jika ingin naik tingkat dari taqlid maka pahami penjelasan para ulama beserta dalil dan wajhul istidlalnya yang tentu saja harus menguasai Ushul Fiqh dari ulama tersebut yang ia membangun ijtihad di atasnya. Lho kok ribet ya, lha iya mang ente kira para ulama asal jeplak?.

Intinya para ulama mujtahid terdahulu dan para Salafusshalih jika benar maka mereka mendapat 2 pahala, jika salah maka mendapat 1 pahala adapun orang belakangan yang belum lengkap memiliki alat-alat ijtihad jika salah ia mendapatkan dosa dan jika benar maka hakikatnya ia masuk kepada sesuatu bukan dari pintunya.

Semoga bermanfaat.

Ust. Faryan Ghani Hirman

Editor : Dody Kurniawan

⚔⚔⚔⚔⚔🛡⚔⚔⚔⚔⚔

Grup WA "Rijalun Sholih"

Minhunna Nabda' Ilal Aqsho Naltqi
Begini Seharusnya Menilai Demokrasi

Begini Seharusnya Menilai Demokrasi


Dalam permasalahan orang Islam yang berjuang lewat demokrasi dan parlemen, ada beberapa hal yang (seharusnya) telah menjadi perkara yang disepakati oleh seluruh ulama Islam, dan ada beberapa hal yang masih menjadi ajang perbedaan pendapat mereka.

Hal yang (seharusnya) Disepakati:

Hal-hal yang (seharusnya) telah menjadi perkara yang disepakati oleh seluruh ulama Islam dalam masalah demokrasi dan parlemen adalah:

1. Bahwasanya kedaulatan tertinggi dan hak menetapkan hukum (halal dan haram) adalah milik Allah semata.

2. Demokrasi parlementer adalah sistem pemerintahan/politik yang berdiri di atas landasan kesyirikan akbar, karena menetapkan kedaulatan tertinggi dan hak menetapkan hukum (halal dan haram) adalah milik makhluk (manusia, yaitu rakyat atau wakil rakyat).

3. Wewenang dan pekerjaan utama dari parlemen adalah perbuatan kekafiran dan kesyirikan, yaitu membuat undang-undang atau menetapkan halal dan haram secara indipenden (yaitu berdasar hawa nafsu dan keinginan manusia belaka) tanpa terikat dengan kewajiban tunduk kepada hukum Al-Qur’an dan As-Sunnah.

Hal yang Diperselisihkan:

Selanjutnya, permasalahan yang menjadi lahan perbedaan pendapat yang tajam antara para ulama kontemporer dalam tema ini adalah hukum memperjuangkan Islam lewat jalur parlemen dalam negara sekuler.

Kelompok yang Memperbolehkan:

Mayoritas jama’ah minal muslimin di dunia memperbolehkan (sebagian bahkan mensunahkan atau mewajibkan) perjuangan Islam lewat jalur parlemen di negara sekuler. Di antara jama’ah-jama’ah tersebut adalah Ikhwanul Muslimin sedunia (Mesir, Tunisia, Aljazair, Indonesia, Yaman, Kuwait, Turki, Yordania, Sudan, dan lainnya), Hammas (Gaza, Palestina), Harakah An-Nahdhah Al-Islamiyah (Tunisia), FIS (Aljazair), Masyumi (Indonesia), Partai Refah dan penerusnya (Turki), PAS (Malaysia), dan lain-lain.

Di antara ulama kontemporer yang menyatakan masyru’nya (sebagian menyatakan boleh, sebagian menyatakan sunnah, atau bahkan wajib) perjuangan Islam lewat jalur parlemen di negara sekuler adalah:

1. Al-Muhaddits Syaikh Ahmad Muhammad Syakir dalam Al-Kitab was Sunnah Yajibu an Yakuunaa Mashdara Al-Qawaanin fi Mishra, hlm. 40-41.

2. Ustadz Hasan Al-Banna (Mesir) dalam Majmu’atu Rasail Al-Imam Asy-Syahid Hasan Al-Bana, hlm. 322 dst.

3. Dr. Abdullah Azzam dalam Fi Zhilal Surat At-Taubah, hlm. 134-135.

4. Ustadz Fathi Yakan dalam Adhwa’ ‘ala At-Tajribah An-Niyabiyah Al-Islamiyah fi Lubnan, hlm. 197 dst.

5. Dr. Manna’ bin Khalil Qathan dalam Mu’awwiqat Tathbiq Asy-Syari’ah Al-Islamiyah hlm. 165-166.

6. Dr. Umar Sulaiman Al-Asyqar (Kuwait) dalam Hukmul Musyarakah fil Wizarah wal Majalis An-Niyabiyah.

7. Dr. Abdul Majid Az-Zindani (Yaman), beliau bahkan menjadi wakil presiden Yaman pada era Ali Abdullah (Ghaira) Shaleh.

8. Dr. Yusuf Al-Qaradhawi (Mesir dan kemudian Qatar) dalam Min Hadyil Islam Fatawa Mu’ashirah Yusuf Al-Qaradhawi hlm. 425-447 dan Min Fiqhi Ad-Daulah.

9. Dr. Abdurrahman Abdul Khaliq (Kuwait) dalam Masyru’iyatud Dukhul fil Majalis At-Tasyri’iyah dan dalam Al-Muslimun wal Amal As-Siyasi.

10. Dr. Abdul Karim Zaidan (Irak dan kemudian Yaman) dalam Buhuts Fiqhiyah Mu’ashirah hlm. 93 dst.

11. Dr. Ali Muhammad Ash-Shalabi (Libya) dalam Tabshirul Mu’minin bi Fiqhi An-Nashr wa At-Tamkin fil Qur’an Al-Karim.

12. Dr. Shalahuddin Abdul Halim Sulthan (Mesir) dalam Musyarakatul Muslimin fil Intikhabat Al-Amrikiyah Wujubuha wa Dhawabituha As-Syar’iyyah.

13. Dr. Munir Al-Bayani dalam An-Nizham As-Siyasi Al-Islami Muqaran bi Ad-Daulah Al-Qanuniyah.

14. Syaikh Kamal Habib dalam makalah Al-Islamiyyun wa Al-Intikhabat An-Niyabiyah.
15. Ustadz Mohammad Natsir

16. Dan lain-lain.

Kelompok yang Melarang:

Mayoritas jama’ah jihad dan sebagian jama’ah salafi di dunia mengharamkan perjuangan Islam lewat jalur parlemen dalam negara sekuler.
Di antara ulama yang mengharamkan perjuangan Islam lewat jalur parlemen adalah:

1. Ustadz Sayyid Qutub dalam Fi Zhilalil Qur’an hal. 1013 dan halaman-halaman lainnya.

2. Ustadz Muhammad Qutub dalam Madzahib Fikriyah Mu’ashirah, Waaqi’una Al-Mu’ashir, dan Al-Ilmaniyyun wal Islam.

3. Syaikh Abu Bashir At-Tarthusyi dalam Hukmul Islam fid Dimuqrathiyah wa At-Ta’adudiyah Al-Hizbiyah.

4. Syaikh Abu Muhammad Al-Maqdisi dalam Ad-Dimuqtathiyatu Dienun.

5. Syaikh Abdul Ghani bin Muhammad Ar-Rahhal dalam Al-Islamiyyun wa Sarab ad-Dimuqrathiyah.

6. Syaikh Abu Mush’ab As-Suri dalam Da’wah Al-Muqaawamah Al-Islamiyah Al-Aalamiyah.

7. Syaikh Abu Qatadah Al-Filisthini dalam Ju’natul Muthayyabin dan Al-Jihad wal Ijtihad.

8. Dr. Sayid Imam (Abdul Qadir bin Abdul Aziz) dalam Al-Jaami’ fi Thalabil Ilmi Asy-Syarif.

9. Dr. Sa’id Abdul Azhim dalam Ad-Dimuqrathiyyah fil Mizan dan Ad-Dimuqrathiyah wa Nazhariyatul Ishlah fil Mizan.

10. Dr. Yasir Burhami dalam Qishatu Ashabil Ukhdud hlm. 59-61.

11. Dan lain-lain.

Hormati Ijtihad Para Ulama Kelompok Lain:

Tidak bisa dipungkiri bahwa masalah perjuangan Islam lewat jalur parlemen adalah masalah ijtihadiyah pada zaman sekarang, bukan masalah yang telah menjadi ijma’ ulama Islam. Masing-masing pihak memiliki kajian dalil dan realita sendiri-sendiri, dan tentu saja hasil tarjihnya juga berbeda-beda.

Syaikh Dr. Athiyah ‘Adlan dalam disertasi doktoralnya (S3) yang berjudul “Al-Ahkam Asy-Syar’iyah fin Nawazil As-Siyasiyah” hal. 324 – 338 pada akhirnya menyimpulkan bahwa:

1. Pendapat yang mengharamkan perjuangan Islam lewat jalur parlemen secara mutlak dalam segala kondisi, tempat, dan waktu adalah pendapat yang tidak benar.

2. Pendapat yang memperbolehkan, mensunahkan, atau mewajibkan perjuangan Islam lewat jalur parlemen secara mutlak dalam segala kondisi, tempat, dan waktu adalah pendapat yang tidak benar.

3. Masalah ini termasuk masalah siyasah syar’iyah, karena ia termasuk bagian dari manahij at-taghyir.

Sementara manhaj taghyir itu pada dasarnya adalah ijtihad-ijtihad manusia dalam upaya menegakkan dan memperjuangkan Islam. Dalam arti kata: lebih memilih satu wasilah tertentu daripada wasilah lainnya dan mendahulukan satu wasilah tertentu atas wasilah lainnya. Ini adalah mawarid ijtihad (lahan-lahan garap ijtihad) yang memungkinkan terjadinya perbedaan fatwa di dalamnya akibat perbedaan tempat, waktu, dan kondisi serta perbedaan pertimbangan maslahat dan mafsadah.

4. Karena berstatus masalah yang masih menjadi ajang ijtihad dan ikhtilaf ulama, maka padanya berlaku kaedah umum tidak boleh melakukan tabdi’, tafsiq, takfir, dan ingkar dalam masalah ijtihadiyah. Hal yang selayaknya dilakukan adalah dakwah, diskusi ilmiah, dan saling menasehati di antara sesama pejuang Islam.

Kesimpulan :

Kesimpulan yang kurang lebih sama disampaikan oleh Dr. Shalah Ash-Shawi dalam Ats-Tsawabit wal Mutaghayyirat fi Masiratil ‘Amal Islami, hlm. 316 – 332 dan Madkhal ila Tarsyidil Amal Islami hlm. 89 – 137.

Beliau menyebutkan beberapa perkara yang sifatnya baku (tsawabit = qath’iyat = mujma’ ‘alaiha) dalam perjuangan politik lewat jalur partai dan parlemen:

1. Hujjah yang qath’i dan hukum yang tertinggi adalah syariat Allah, bukan hukum selainnya.

2. Demokrasi yang diserukan oleh para propagandis sekulerisme dan hukum positif adalah bukan solusi final yang diinginkan dan diupayakan oleh aktivis Islam melalui jalur parlemen.

3. Hukum asal parlemen sebelum mengakui kedaulatan tertinggi di tangan Allah dan semua hukum/undang-undang harus berlandaskan kepada syariat Allah serta merealisasikannya dalam ucapan dan perbuatan adalah batil dan keluar dari agama Islam.

4. (Bagi para aktivis Islam di parlemen), terminologi kedaulatan hukum dan sumpah untuk menghormati UUD/UU, haruslah dipahami seperti poin no. 1,2, dan 3 di atas. Hal itu harus mereka pahami (dan kemudian mereka praktekkan) saat mereka disumpah di awal masuk sebagai anggota parlemen.

5. Menentang satu bagian dari syariat Allah adalah kekafiran dan menyetujui UU apapun yang menyelisihi syariat Allah adalah kesyirikan.

6. Memahami sepenuhnya bahwa landasan dan barometer wala’ dan bara’ adalah dien Islam, bukan partai atau selainnya.

7. Masyru’ dan tidaknya seorang aktivis Islam berjuang lewat jalur parlemen, juga apakah setelah menjadi anggota parlemen ia boleh/Sunnah/wajib melanjutkan perjuangannya di parlemen ataukah berhenti/mengundurkan diri dari parlemen: sangat tergantung pada bisa dan tidaknya ia mengemban tugas Islam (memperjuangkan penerapan syariat, membela jihad dan kaum muslimin dst) di parlemen.

8. Tidak membatasi perjuangan politik Islam pada perjuangan dalam parlemen/partai politik semata.

9. Membela kelompok-kelompok/elemen-elemen muslim lainnya yang berjuang di luar jalur parlemen (mujahidin, juru dakwah, dst), dan tidak menyerang mereka dengan ucapan, tulisan, maupun perbuatan.

Beliau lantas menyebutkan beberapa perkara yang sifatnya nisbi (mutaghayyirat = zhanniyat = ijtihadiyah) dalam perjuangan politik lewat jalur partai dan parlemen:

1. Masuk dalam parlemen untuk tujuan memperjuangkan Islam.

2. Setelah masuk menjadi anggota parlemen, apakah akan melanjutkan perjuangannya di sana ataukah membekukan / mengundurkan diri dari parlemen.

3. Skala prioritas persoalan yang akan diperjuangkan dan diperbaiki lewat jalur parlemen.

Syaikh Athiyatullah Al-Libi rahimahullah dalam hal ini juga banyak memberikan jawaban tentang persoalan perjuangan lewat jalur parlemen dan hukum para pelakunya, semisal Hammas dan Ikhwanul Muslimin. Lihat misalnya: Al-A’mal Al-Kamilah li Asy-Syaikh Al-Imam Asy-Syahid Al-Mujahid Athiyatillah Al-Libi, juz 1/170-198, 1/229, 1/455, 459, 471-472, dan banyak tempat lainnya.
Wallahu a’lam bish-shawab.

Ditulis oleh : Ust. Abu Ammar

Editor : Dody Kurniawan
Keutamaan Sholat Tarawih

Keutamaan Sholat Tarawih



Sholat Tarawih (kadang-kadang disebut Teraweh atau Taraweh) adalah salat sunnat yang dilakukan khusus hanya pada bulan ramadan.

Tarawih dalam bahasa Arab (تَرَاوِيْح) adalah bentuk jama’ dari Kata "tarwihah" ( تَرْوِيْحَةٌ ) yang diartikan sebagai "waktu sesaat untuk istirahat". Waktu pelaksanaan sholat sunnat ini adalah selepas isya', biasanya dilakukan secara berjamaah di masjid. (Wikipedia.org)

Sholat ini dinamakan tarawih (istirahat) karena orang yang melakukan sholat tarawih beristirahat  setelah melaksanakan sholat empat raka’at. Sholat  tarawih termasuk qiyamul lail (shalat malam). Akan tetapi sholat tarawih ini dikhususkan di bulan Ramadhan. (Lihat Al Jaami’ li Ahkamish Sholah, 3/63)

sholat tarawih tidak disyariatkan untuk tidur terlebih dahulu dan sholat tarawih hanya khusus dikerjakan di bulan Ramadhan saja. Sedangkan shalat tahajjud menurut mayoritas ahli fiqih adalah shalat sunnah yang dilakukan setelah bangun tidur dan dilakukan di malam mana saja.
(Al Mawsu’ah Al Fiqhiyyah Al Kuwaitiyyah, 2/9630)

Para ulama sepakat bahwa sholat tarawih hukumnya adalah sunnah. Bahkan menurut Hanafi, Hambali dan Maliki, hukum shalat tarawih adalah sunnah mu’akkad (sangat dianjurkan). Sholat ini dianjurkan bagi laki-laki dan perempuan. (Al Mawsu’ah Al Fiqhiyyah Al Kuwaitiyyah, 2/9631)

Keutamaan Sholat Tarawih

Pertama, Untuk mendapatkan ampunan dari Allah subhanahu wata'ala .
Dari Abu Hurairah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَنْ قَامَ رَمَضَانَ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ

“Barangsiapa melakukan sholat malam di bulan Ramadhan karena iman dan mencari pahala, maka dosa-dosanya yang telah lalu akan diampuni.” (HR. Bukhari no. 37 dan Muslim no. 759).

Kedua, Sholat tarawih bersama imam seperti shalat semalam penuh.
Dari Abu Dzar, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah mengumpulkan keluarga dan para sahabatnya. Lalu beliau bersabda,

إِنَّهُ مَنْ قَامَ مَعَ الإِمَامِ حَتَّى يَنْصَرِفَ كُتِبَ لَهُ قِيَامُ لَيْلَةً

“Siapa yang sholat bersama imam sampai ia selesai, maka ditulis untuknya pahala sholat satu malam penuh.” (HR. Ahmad dan Tirmidzi)

Ketiga, Shalat tarawih adalah bagian dari jihad melawan hawa nafsu.
Al-hafidz Ibnu Hajar mengatakan :

"واعلم أن المؤمن يجتمع له في شهر رمضان جهادان لنفسه : جهاد بالنهار على الصيام ، وجهاد بالليل على القيام ، فمن جمع بين هذين الجهادين وُفِّي أجره بغير حساب" اهـ .

"Ketahuilah bahwa pada bulan romadhon berkumpul dua jihad melawan hawa nafsu dalam diri orang beriman, jihad di siang hari dengan berpuasa dan jihad di malam hari dengan sholat. Maka barang siapa mengumpulkan dua jihad tersebut, akan dibalas dengan pahala tampa batas"

Jumlah Raka’at Shalat Tarawih

Jumlah raka’at shalat tarawih yang dianjurkan adalah 11 atau 13 raka’at. Karena inilah yang dilakukan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa Salam

‘Aisyah mengatakan,

مَا كَانَ رَسُولُ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – يَزِيدُ فِى رَمَضَانَ وَلاَ فِى غَيْرِهِ عَلَى إِحْدَى عَشْرَةَ رَكْعَةً

“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak pernah menambah jumlah raka’at dalam shalat malam di bulan Ramadhan dan tidak pula dalam shalat lainnya lebih dari 11 raka’at.” (HR. Bukhari no. 1147 dan Muslim no. 738)

Dari Ibnu ‘Abbas, beliau berkata,

كَانَ صَلاَةُ النَّبِىِّ – صلى الله عليه وسلم – ثَلاَثَ عَشْرَةَ رَكْعَةً . يَعْنِى بِاللَّيْلِ

“Shalat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam di malam hari adalah 13 raka’at.” (HR. Bukhari no. 1138 dan Muslim no. 764).

Namun demikian mayoritas ulama salaf (dulu) dan kholaf (sekarang) mengatakan boleh menambah raka’at dari yang dilakukan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Ibnu ‘Abdil Barr mengatakan, “Sesungguhnya shalat malam tidak memiliki batasan jumlah raka’at tertentu. Shalat malam adalah shalat Sunnah, termasuk amalan dan perbuatan baik. Siapa saja boleh mengerjakan sedikit raka’at, Siapa yang mau juga boleh mengerjakan banyak.”(At Tamhid, 21/70).

Imam Ibnu Taimiyyah berkata :
"Shalat malam di bulan Ramadhan tidaklah dibatasi oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan bilangan tertentu. Yang dilakukan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah beliau tidak menambah di bulan Ramadhan atau bulan lainnya lebih dari 13 raka’at, akan tetapi shalat tersebut dilakukan dengan raka’at yang panjang.... Barangsiapa yang mengira bahwa shalat malam di bulan Ramadhan memiliki bilangan raka’at tertentu yang ditetapkan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, tidak boleh ditambahi atau dikurangi dari jumlah raka’at yang beliau lakukan, sungguh dia telah keliru.”(Majmu’ Al Fatawa, 22/272)*

Berkata Syaikh Bin Baz rahimahullah: "Tarawih 23 raka'at adalah perbuatan Umar rodhiyallahu 'anhu dan para sahabatnya, tidak ada cacat dan kesalahan dalam hal ini, bahkan ini adalah sunnah khulafa'ur rosyidin. (Majmu'Fatawa wal maqolat Ibnu Baz. XI hal. 19)

Syaikh Utsaimin juga berkata : "Rosulullah menjelaskan bahwa sholat malam itu dua roka'at dua roka'at, jika jumlah roka'at itu wajib dengan jumlah tertentu, pasti Rosulullah _shollallahu 'alaihi wasallam menjelaskannya. Dengan demikian tidak boleh diingkari orang yang melakukannya 23 roka'at". (Majmu' Fatawa warrosa'il Ibnu Utsaimin, XIV, hal.119).

Waktu Pelaksanaan Sholat tarawih

Imam An-Nawawi dalam "Al-majmu'" berkata :

يَدْخُلُ وَقْتُ التَّرَاوِيحِ بِالْفَرَاغِ مِنْ صَلاةِ الْعِشَاءِ , ذَكَرَهُ الْبَغَوِيّ وَغَيْرُهُ , وَيَبْقَى إلَى طُلُوعِ الْفَجْرِ اهـ

"Waktu Sholat tarawih masuk adalah sesaat setelah pelaksanaan sholat isya, sebagai mana disebutkan oleh Al-Baghowi dan selainnya, dan waktunya berakhir sampai waktu fajar (subuh)."

Dan berkata Ibnu Qudamah dalam "Al-mughni" :

قِيلَ للإمام أَحْمَدَ : تُؤَخِّرُ الْقِيَامَ يَعْنِي فِي التَّرَاوِيحِ إلَى آخِرِ اللَّيْلِ ؟ قَالَ : لا , سُنَّةُ الْمُسْلِمِينَ أَحَبُّ إلَيَّ اهـ

Imam Ahmad rahimahullah ditanya : "Apakah anda melakukan Sholat tarawih di akhir malam?, Beliau menjawab : tidak, aku lebih suka mengerjakannya bersama kaum muslimin (di awal malam)." (http://islamqa.com/ar/ref/37768)

Sholat tarawih bersama Imam sampai selesai

Diantara kekeliruan yang banyak dilakukan oleh kita hari ini adalah meninggalkan imam sholat tarawih dengan alasan ingin melaksanakan witir di rumahnya, atau karena meyakini bahwa sholat 23 roka'at bukan sunnah (bila imannya sholat 23 roka'at), kemudian dengan alasan itu dia meninggalkan imam.

Padahal Nabi Muhammad shollallahu 'alaihi wasallam bersabda :

إِنَّهُ مَنْ قَامَ مَعَ الإِمَامِ حَتَّى يَنْصَرِفَ كُتِبَ لَهُ قِيَامُ لَيْلَةً

“Siapa yang sholat bersama imam sampai ia selesai, maka ditulis untuknya pahala sholat satu malam penuh.” (HR. Ahmad dan Tirmidzi)

Oleh karena itu, dalam perkara ini Syaikh Ibnu Baz berkata :

فالأفضل للمأموم أن يقوم مع الإمام حتى ينصرف، سواء صلى إحدى عشرة ركعة أو ثلاث عشرة أو ثلاثا و عشرين أو غير ذلك.

"Yang terbaik bagi Ma'mum adalah mengikuti imam sampai selesai, apakah imam sholat dengan 11 roka'at, atau 13 roka'at, atau 23 roka'at, atau yang selain itu. (Majmu' Fatawa wa maqolat Ibnu Baz, XI/325)

Dalam fatwa Al-Lajnah Ad-Daimah disebutkan,

ﺇﺫﺍ ﺻﻠﻴﺖ ﻣﻊ ﺍﻹﻣﺎﻡ ﺻﻼﺓ ﺍﻟﺘﺮﺍﻭﻳﺢ : ﻓﺎﻷﻓﻀﻞ ﺃﻥ ﺗﻮﺗﺮ ﻣﻌﻪ ؛ ﻟﺘﺤﺼﻞ ﻋﻠﻰ ﺍﻷﺟﺮ ﺍﻟﻜﺎﻣﻞ

“Jika engkau salat tarawih bersama imam maka lebih afdal jika engkau salat witir bersamanya agar mendapat pahala yang sempurna (berupa pahala salat semalam suntuk).” (Fatawa Al-Lajnah Ad-Daimah jilid II 6/54).

Wallahu a'lam

✍ Dody Kurniawan

⚔⚔⚔⚔⚔🛡⚔⚔⚔⚔⚔

Grup WA "Rijalun Sholih"

Minhunna Nabda' Ilal Aqsho Naltqi

Raih pahala, sebarkan informasi ini...
BACAAN KETIKA BANGUN DARI TIDUR

BACAAN KETIKA BANGUN DARI TIDUR


______________

1- ((اَلْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِيْ أَحْيَانَا بَعْدَ مَا أَمَاتَنَا وَإِلَيْهِ النُّشُوْرِ)).

 “Segala puji bagi Allah, yang membangunkan kami setelah ditidurkanNya dan kepadaNya kami dibangitkan.” [1]

2- ((لاَ إِلَـهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ، لَهُ الْمُلْكُ وَلَهُ الْحَمْدُ، وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرٌ. سُبْحَانَ اللهِ، وَالْحَمْدُ لِلَّهِ، وَلاَ إِلَـهَ إِلاَّ اللهُ، وَاللهُ أَكْبَرُ، وَلاَ حَوْلَ وَلاَ قُوَّةَ إِلاَّ بِاللهِ الْعَلِيِّ الْعَظِيْمِ)) ((رَبِّ اغْفِرْ لِيْ)).

"‘Tiada Tuhan yang haq selain Allah, Yang Maha Esa, tiada sekutu bagiNya. BagiNya kerajaan dan pujian. Dia-lah Yang Maha Kuasa atas segala sesuatu. Maha Suci Allah, segala puji bagi Allah, tiada Tuhan yang haq selain Allah, Allah Maha Besar, tiada daya dan kekuatan, kecuali dengan pertolongan Allah Yang Maha Tinggi dan Maha Agung’. ‘Wahai, Tuhanku! Ampunilah dosaku’.[2]

3- ((اَلْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِيْ عَافَانِيْ فِيْ جَسَدِيْ، وَرَدَّ عَلَيَّ رُوْحِيْ، وَأَذِنَ لِيْ بِذِكْرِهِ)).

“Segala puji bagi Allah yang telah memberikan kesehatan pada jasadku dan mengembalikan ruhku kepadaku serta mengizinkanku untuk berdzikir kepadaNya.” [3]

4. Membaca QS. Ali Imran: 190-200 [4]

---------------------------------
[1] HR. Al-Bukhari dalam Fathul Baari 11/113, Muslim 4/2083.
[2]. Barangsiapa mengucapkan demikian itu, maka dia diampuni. Apabila dia berdoa, akan dikabulkan. Lalu apabila dia berdiri dan berwudhu, kemudian melakukan shalat, maka shalatnya diterima (oleh Allah). HR. Imam Al-Bukhari dalam Fathul Baari 3/39, begitu juga imam hadits yang lain. Dan lafazh hadits tersebut menurut riwayat Ibnu Majah 2/335.
[3] HR. At-Tirmidzi 5/473 dan lihat Shahih At-Tirmidzi 3/144.
[4] HR Imam Al-Bukhari dalam Fathul Bari 8/237 dan Muslim 1/530.

⚔⚔⚔⚔⚔🛡⚔⚔⚔⚔⚔

Grup WA "Rijalun Sholih"

Minhunna Nabda' Ilal Aqsho Naltqi

Raih pahala, sebarkan informasi ini...